News MediaMitraPol

Enam Warga Sumut Laporkan Gubsu Edy Rahmayadi, Dirut PTPN 2 hingga Menteri ATR ke KPK Soal Kisruh Lahan Eks HGU PTPN 2

MEDIAMITRAPOL.COM, SUMATERA UTARA - Kuasa Hukum Hamdani Harahap, Rion Arios, Raja Makayasa dan Rahmad Yusup Simamora dari Kantor Hukum Citra Keadilan mewakili Enam warga Sumatera Utara melaporkan Gubenur Sumut Edy Rahmayadi, mantan Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi, Mantan Kakanwil BPN Sumut Bambang Priono, Direktur Utama PTPN 2 Mohammad Abdul Ghani, Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan Djalil dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Kamis 13 Februari 2020.

Keenam warga Sumut itu yakni Saharuddin, Sahat Simatupang, Muhammad Arief Tampubolon, Timbul Manurung, Lomlom Suwondo dan Burhanuddin Rajagukguk melaporkan Gubernur Sumut, Dirut PTPN 2 hingga Menteri ATR atas dugaan korupsi dan atau gratifikasi dan perdagangan kekuasaan untuk kepentingan masing- masing atas penerbitan surat perintah pembayaran (SPP) lahan eks Hak Guna Usaha PTPN 2.

Saharuddin, Salah satu pelapor didampingi pengacaranya Hamdani Harahap dan Rahmad Yusup Simamora usai melaporkan para pejabat tersebut yang diterima petugas bidang pengaduan bernama Candra di Bagian Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK, mengatakan, PTPN 2 tidak berhak menjual lahan eks HGU hanya berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumut, Nomor 188.44/384/KPTS 2017 dan perhitungan kantor penilai publik (KJPP) seperti yang tertera di SPP yang ditandatangani Dirut PTPN 2 Mohammad Abdul Ghani.

“Lahan eks HGU PTPN 2 yang tidak diperpanjang seluruhnya 5.873,06 hektare. Yang di ajukan oleh Gubernur Tengku Erry dalam daftar nominatif penerima lahan eks HGU sesuai SK Nomor 188.44/384/KPTS 2017  adalah 2.016 hektare,” jelas Saharuddin.

Selanjutnya Diterangkan Hamdani Harahap, bahwa PTPN 2 tidak memiliki dasar hukum menjual 2.016 hektare lahan eks HGU karena objek tanahnya sudah tidak berkekuatan hukum sebagai aset PTPN II,  apalagi sampai menerima uang dari pembayaran tanah lewat mekanisme penerbitan surat perintah pembayaran ke rekening PTPN 2.

“Adanya keluar Surat perintah pembayaran tanah eks HGU yang dijadikan dasar jual – beli lahan eks HGU PTPN 2, Saya tegaskan adalah perbuatan melawan hukum yang berpotensi menguntungkan pribadi para pihak yang kami laporkan senilai kurang lebih Rp 26 triliun, apalagi beberapa pihak sudah melakukan transaksi pembelian,” tegas Hamdani.

Hamdani menambahkan, seharusnya skema penyelesaian atau distribusi lahan eks HGU bukan berdasar jual – beli atau komersialisasi, melainkan mengacu pada SK Gubernur Sumut Tentang Tim B Plus Nomor 593.4/065/K/2000 tgl 11 Februari tahun 2000 Tentang Penyelesaian Eks HGU PTPN 2.

“Tadi kami menyerahkan beberapa dokumen pendukung termasuk surat perintah pembayaran lahan eks HGU melalui rekening PTPN 2 kepada KPK. Kami perkirakan ada potensi korupsi sebesar Rp 26 triliun,” ungkap Hamdani kepada awak media.

Ditambahkan Sahat Simatupang, KPK bisa menelusuri kesalahan prosedur penghapusbukuan lahan eks HGU PTPN 2 baru kemudian masuk ke dugaan korupsi.

“Saya sampaikan ke Ketua KPK Firli Bahuri dan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar ada potensi perdagangan kekuasaan dalam masalah tersebut. Bahkan Lili Siregar meminta laporan kami disampaikan juga ke dia pribadi selain secara resmi ke Dumas KPK. Lili berjanji akan memantau laporan kami tersebut.” sebut Sahat.

Jika dimintakan KPK untuk mengupdate dokumen yang dibutuhkan, kami juga diarahkan juru bicara KPK datang langsung atau melalui akun di kpk whistleblowers system via Website KPK. (Red)

MediaMitraPol.com Designed by AzraMedia - MedanTemplateism.com Copyright © 2017

Theme images by Bim. Powered by Blogger.